Friday, December 31, 2010

Tentang Diary dan sebuah perilaku buruk bernama 'Males nulis'

Gue bukan orang yang suka menulis apalagi merangkai kata-kata dengan tulisan. Buat orang seperti gue,
Justru lebih senang bicara dan bercerita dengan seorang atau beberapa teman, dengan begitu, gue dapat dengan mudah
mengungkapkan apa yang ingin gue katakan, bahkan lebih fasih ketimbang orang lain yang justru bercerita di buku hariannya. Buku harian itu berisi curahan hati, grutuan, cerita tentang gebetan, dan sebagainya.
Gue pernah selama dua tahun menulis diary. Buku itu gue isi setiap ari sebelum tidur atau bahkan setiap sore, karena gue tau pasti kalau malem gue bakal lupa nulis diary.
Dulu, sekitar kelas 8 sampai kelas 9, hampir semua halaman diary gue ditulis dengan rapi menggunakan spidol warna-warni. Kalo gue sebel sama orang, gue bakal nulis dengan huruf kapital besar dengan spidol merah menyala.
Dan voila! rasa kesalpun lenyap bersamaan dengan selesainya gue menulis habis semua ulasan tentang orang yang gue sebelin tersebut.
Begitu pula dengan curhatan gue tentang orang yang gue suka. Gue akan menulisnnya dengan rangkaian huruf-huruf rapi dengan spidol warna biru muda, yang gak lain adalah warna favorit gue--dan gue tambahkan simbol-simbol hati dimana-mana.
Diary sangat efektif membuat gue lega dalam menyatakan unek-unek maupun harapan-harapan gue. Diary ampuh bikin gue yang tadinya penuh murka sama orang yang gue sebelin, jadi lega dan reda marahnya.
Namun, semuanya berubah ketika gue mulai sibuk ujian nasional SMP satu setengah tahun lalu, gue yang saat itu tengah semangat-semangatnya dalam menempuh target masuk SMA favorit gue, justru jadi fokus banget sama apa yang sedang gue lakukan itu dan gue gak menulis diary lagi.
Semua keluh kesal gue gue simpen dalam hati dan gue curahin saat abis solat. Dan kerasa banget loh, lebih dapet banget solusinya, gue dapet perasaan leganya dan perasaan aman karena udah cerita ke Tuhan.
Dan bener aja, saat gue ikut seminar motivasi, si motivator bilang, 'kalau ada masalah, curhatnya sama Allah. Orang yang menceritakan tentang kegelisahannya atau kejelekan yang menimpanya, Ia kehilangan seperempat daroi agamanya'.
Dan gue berpikir, mungkin gue akan lebih baik kalau gak terlalu mengumbar-umbar keluh kesah gue ke teman-teman gue. Karena, meskipun dari mereka ada yang sangat mengerti, tapi ada juga yang cuma pake ucapan klise tapi sebenarnya mereka gak mengerti. Atau, Apa lebih baik gue selalu cerita ke Tuhan?
 

Blog Template by YummyLolly.com